Monday 24 April 2017

TENTANG SEMUA




Mengingat bahwa sannya dunia ini telah terpuruk dengan berbagai macam rupa. Bahwa dunia ini berracuni berbagai rasa iri. Iri yang membuat satu persaudaraan putus karena masalah orang lain. Membuat mereka bertempur habis-habissan karena masalah media yang membuat satu yang awalnya mencintai lalu membenci. Ya begitulah manusia





Aku terduduk diam dan menikmati makan pagi ku di sebuah warung sebelah angringan lalu, datang seorang wanita menghampiriku, ia berkata dengan suara terseduh seduh “Mbk, minta sedekahnya mbk! Saya belum makan seharian an. Kasiah ni saya mbk.” Aku mentatap dengan iba. Di hatiku berkata, apakah begini dunia? orang harus meminta minta baru di kasihhanni. Dunia memang kejam.

Setelah berlalu beberapa waktu aku bertemu dengan seorang anak kecil sedang bernyanyi, entah lagu apa yang ia nyanyikan. Lagu gembira kah atau sendih kah, aku belum pernah mendengar lagu itu. Em mungkin ia ingin jadi penyanyi dewasanya pikir ku.

 “Mbk, tolong mbk di isi!” kata adik itu mehamburkan lamuanan ku dengan sebuah kotak berisi uang receh bekas belah kasiahan orang-orang dijalan itu.

Lalu, aku berjalan kembali terlihatlah seorang lelaki paru baya yang tak memiliki kaki. Kasiahan dia, ujarku dalam hati. Apa dia kehilangan kaki saat bekerja? Emm… apa mungkin ia kehilangan kaki saat berjalan terus terlindas truk? Apa dia kehilangan kaki saat..?? Emm aku tak tau lagi.

“Mbk, minta sedekahnya! Saya punyak anak yang belum dikasih makan mbk!” kata lelaki itu. Kasihan dia berjalan dengan kaki satu.

Ku, berjalan lagi menyusuri keramaian itu. Melihat seribu gaya anak-anak manusia zaman sekarang. Terbawa arus kekinian katanya, ke barat-baratan lah, ke arab-arabtan lah, ke korea-koreatan lah sampai ke mars-mars san. Etah lah aku tak tahu model gaya itu makanya aku bilang mars-mars san karena seperti melihat alien berjalan. Ya, begitulah, namanya juga manusia.

Disepanjang jalan itu, aku dapat melihat semua yang terjadi, tipe-tipe orang yang sangat baik hingga yang menjijikan. Warna yang membuat aku semakin ambigu dengan dunia ini. Dunia yang selalu orang puji dan di junjung, yang selalu orang berpendapat jika dunia ini milik mereka, jika apa yang ada dunia ini untuk mereka, jika orang miskin itu tak punya hak hidup di dunia mereka. Karena mereka hanya sebuah sampah yang kotor dan tak mungkin akan bersih. Ya, itu pikiran mereka aku tau itu pasti.

21 tahun aku melihat beragam wajah 2,4, 6 hingga seribu rupa seperti itu. Wajah yang merasa tak bersalah menghakimi yang tak bersalah dan ia merasa paling benar. Mereka orang-orang yang engan dibilang “pencuri, maling, pendosa dan sampah” bukan maksudku orang-orang yang diatas ya, tapi orang- orang yang tak melihat mereka.  Yang selalu meresa dirinya benar, dan orang-orang itu adalah SAMPAH bagi mereka.

 Aku kembali ke gang yang sama dimana aku ketemu mbk-mbk itu peminta-minta itu. Aku duduk di angringan dekat sana, dan berfikir, Emm ternyata berat ya hidup ini!

“Kenapa, Mbk?” bapak-bapak separuh baya mengagetkan ku. Bapak-bapak angringan.

 “Hidup itu berat ya, Pak, aku aja bingung dengan hidup ini!”

 “Lah, mbk aja bingung apa lagi saya mbak. Orang miskin yang hidup dari jualan angringan.” Kata bapak itu sambil melayani peseanan ku tempe bakar dan es teh manis tanpa gula.

 “Ya, gitu mbk, Kita sudah berusaha keras tapi, apa tetap tetap saja. Yang penting  kita iklhas ridho dunia akhirat itu aja mbk.!” Kata bapak-bapak itu dan aku hny terdiam.

“Mbk tau gak, mbk-mbk yang tadi pagi minta-minta ke embak?”

aku menganguk “Emang kenapa mbk?”

 “Dia, itu mantan istri nya kades, desa sebelah mbk, dia kaya gitu karena korupsi uang desa. Dan suaminya mati struk. Engak punya anak dan di usir sama keluarganya karena malu”

 Aku tercengah mendengarknya.

” Dan mbk tau anak-anak kecil yang nyanyi di perempatan lampu merah sana setiap sore?”

 Aku mengeleng “Emang siapa?”

 “Mereka itu anak-anak yang di buang orang tuanya terus diangkat anak sama pereman di sana!”

 aku mendenganrnya tercengah kembali smapai-smapai nasi ku ketahan ditengorokan tidak ingin masuk keperut karena mendengar itu. Aku minum es teh ku jadinya.

 “Mbk tau mas-mas bertato dan bertindik yang suka malak di gang sebelah sana?” Bapak angringan menunjukan gang yang letaknya lumayan jauh dari tempat angringan bapaknya. “Dia itu kepala premen. Dulunya polisi tapi di pecat karna nembak orang mbk, sampai orangnya harus di aputasi kakinya”

Aku langsung berfikir ke bapak-bapak yang ada di jalan tadi, apa jangan-jangan, ah, mana mungkin dia. Dan setelah mendengar itu aku mengingat sesuatu. Kepala preman itu sangat menyeramkan ya. Aku semangkin takut.

“Mbk, tak perlu di risaukan, dunia ini memang begitu mbk. Banyak orang baik, banyak pula orang jahat. Kita diminta memilih saja kok engak susah, masuk ke jalan yang baik atau yang buruk. Mau ke masjid atau ke diskrotik ya terserah kita.”

“Wah, bapak tau dikotik toh?” Kataku disela ketawaku karena bapak angringan bilang dikotik jadi diskrotik.

“Ya, tau lah mbk tempat ajeb-ajeb itu kan!” bapak nya mengelengkan kepalanya berulang-ulang kali.

 “Ha..Ha..hahaa..” kami  semua tertawa melihat tingkat bapak angringan.

Saat aku berjalan pulang aku berfikir dengan cermat, emm.. betul kata bapak-bapak angringan itu, Tuhan memberikan kita hidup namun, kita di minta Tuhan untuk berjalan. Tuhan telah menentukan jalan nya tapi apakah kita melewati jalan Tuhan. Entahlah, itulah hidup tak bisa ditebak. Tapi, yang ku tau Tuhan tak pernah menunjukan jalan bagi umatnya menuju jalan yang tersesat.

Yogyakarta, 24 April 2017

AR

Tuesday 14 June 2016

cerita akhirnya bulan MEI :D



Yogyakarta 12 Juni 2016


Cerita ini hanya yang kurasa saj bukan maksud hati menyindir tau menyinggung seseorang tau sekelompok namun sebagai pelajaran untuk ku yang tak pintar ini.

Mei mungkin itu bulan tersibuk yang ku rasakan.. matahari mulai terbit dari timur membawa kesejukan dalam hal cinta, dan perasaan ini.

Sambil diringkan lagu dari Meghan Trainor ‘Better when I’m Dancing’ aku menulis ini. Hahaha....
Jam handphone ku berdering entah keras sekali mungkin karna aku disuruh bangun pagi lalu mandi, dan berdoa menghadap Tuhan untuk mejalankan rutinitasku. Teman serumahku sudah mulai berkotek tentang lagu-lagu barat tau ketimuran entah lah tau disedang memutar via viaan itu yang lagi terkenal tentah lah yang pasti sangatlah ribut dan sibuknya dia.
Setiap hari berangkat kampus, rumah, code, kopas tau gibol terus itu dan itu terus selama sebulan. Sibuk,. Ya itu yang dikata sangat sibuk.. bulan itu rencana buat judul festival anak codhe katanya. Ya katanya ketua yang ditunjung-tunjung. Sebut saja dia salah satu ketua yang cukup lah (endak ada kelebihan nya hehehe).
Aku agak rada lupa sebulan itu, mungkin jika aku ingat satu bulan ini tak kan cukup untuk menunggu ku bercerita. Emmm aku mulai tersenyum..

Yang aku ingat banyak hari yang ku lewatkan dengan bergumang dalam hati “kok, bisa gini?? Apa gunanya nya?? Kok santai banget? Kok endk ada geregetnya sih?? Apa yang dipikirin anak-anak sih? Kok aku sih? Kok aku diabaikan sih? Kok aku di kacangngin sih? Kok aku di giniin sih? Kok? Kok? Kok ?” semua kata itu keluar begitu saja dalam pikirku. Entah aku yang salah tak menunjukan atau memang mereka yang kurang peka atau mereka kurang dipekain. Entah lah itu ynag pasti aku gumungkan.

Wajahku mungkin tak berbentuk saat itu, apalagi aku pikirin tugas, terus itu terus semuanya deh tak bisa ku jabarkan terlebih itu sulit.

Waktu.. oh.  Waktu.. coba kau bisa berhenti bentar kasih ku merengangkan nafs yang telah sesak dengan gangunan dan pikiran tak henti ini..


12 Mei entah mengapa akau mengingat tanggal itu. Tanggal kelahiran ku, atau tak sebut dimana kau melihat dunia yang sedikit kejam ini. Semua orang seperti dihipnotis entah pada lupa atau ya dilupakan saja, entah lah. Hnaya segelintir saja yang mengucapkan tampa hadiah. Bukan masuk hati ingin muluk-muluk tapi aku merasa tak punya yang special deh. Sudah lah. Tapi lumayan ada dikit lah meski tampa telur, tepung maupun hadiah itu yang lumayan mengobati hati. Meskipun orang rumah juga sepertinya rodo lupa juga sih tapi tak apa lah sudah dan harus terbisa seprtinya.


Sibuk mungkin itu yang ku kata. Mengejar itu dan ini. Pangil itu, surat ini, senyum palsu, tawa terpaksa, wajah artis mungkin itu yang ku kata pada saat itu. Malas. Kata itu keluar tiba-tiba suatu pagi di ruang 3×4 aku menulis ini. Pikirku mulai me-hayal lagi. “Ah.. harus bangun lah.. bukan untuk mereka tap iuntuk adek-adek dan semua yang percaya dan yakin!” itu yang ku kata sepertinya.


Huf... capeknya H-1 hari terjadi sedikit kepanikan yang cukup menyiksa ya. Ya, banyak yang perlu dikoreksi perorang dan kesemunya, aku sendiri koreksi diri, ‘ dirimu tak becus eh’ itu yang ku kata didalam hati. Tapi ya sudah lah. Gejolak awan dingin menmbus kita. Awannya samar-samar entah aku rodo takut eh. Takut bnaget akan ada hujan yang tak henti membuat hati meringis benci. Aku mulai panik. H-beberapa jam tak tenangin diri dan mereka juga. Kami pasti  bisa. Kata itu membuat bisa dan berjalan meski rodo sebel dan awan itu belum lenyap juga dari kami. Sudah lah. Next, hari kedua pelaksanaan, huf lelah.. panggung belum terselesaikan, geleri masih kurang dan lain-lain... tapi.. senyum, semangat dan keyakinan dengan kepercayaan ini kami ambil dan hasilnya oke. Senyum dan tawa adik-adik dan kami juga indah nya.
Hari puncak malam, kami mulai panik. “oke tenang!” kata salah satu kawan. “kita bisa, yakin tak perlu takut!” gambatee kata orang Jepang. Semangat kami, dalam kurun waktu 2 jam panggung yang awal kosong menjadi indah dan oke lah bisa dibilang. Panggung berjalan licin dan lancar. Tapi masih ada lagi.
‘Tidur’ kata itu mungkin akan ku katakan lagi. ‘Ngatuk’ ya itu juga aku rasa. Wah sudah pagi dan itu masih harus persiapan ini itu. Wufh.. tak apa semangat lagi lah.


Surya telah beranjak dari peraduan seprtinya, mebawa cakra jingga dan putih melebur dalam biru itu.

Sudah menunggu ternyata mereka. Siap dengan segala pernak-pernik dan makan-minuman yang mereka bawa. Kegiatan penutup acara. Berjalan sukses.
Mungkin ada teman yang buat lebih panjang tentang ini ya. Aku cerita dikit ya.
Ujian-ujian dan itu terakhir berjala ncukup mulus dan susah. Sudah lah resiko jadi anak kampus.


Satu yang ku rasa bulan Mei. Hai Mei thanks you telah membuat hariku cukup penting meskipun aku belum menjadi penting dalam seseorang. Mei dan waktu mu telah mengajarkan ku akan bersabar dan dewasa dan juga menjadi wanita tangguh. Mei kau mengajrkan ku akan gila itu boleh asal ada batasnya. Mei, waktu bersama mereka tak kan ku lupa, bersama mereka aku belajar, bersama mereka (meskipun sering dicuekin) aku merasa apa adanya. Thank Mei. Semoga Mei-Mei esok kita ketemu dengan yang ada apanya. 


Afrida NCHS

Sebatas puisi.. !!
Untuk dirimu
Deras kali code mengantarku dalam dekap kagumku akan kamu
Waktu mu, ya waktu mu belum cukup untuk ku
Masih akan kah aku bertemu dalam deras ini
Hujan menuntunku kembali dalam
Dalam rasa yang sama yang dulu bukan untuk mu
Bukan unuk siapa-siapa
Mungkin ini lucu dalam rasa tak dimengerti ini
Waktu kan berbicara banyak
Waktu ku maupun kau
Aku terduduk dalam di atas rumah mendengar deras kali codhe
Entah sama siapa aku pun tak mengerti
Untuk dirmu yang tak tergambar oleh kabut.

aR
Yogyakarta, 12 Juni 2016

Sunday 28 June 2015

ADIK-ADIK, PENDIDIKAN DAN SUNGAI


Hai semua.. pendidikan adalah salah satu sarana agar menjadi cerdas dalam menata masa depan. Pendidikan lebih tepatnya pendidikan formal sangat di butuhkan oleh segala kalangan di manapun berada. Bukan hanya pendidikan formal saja yang harus kita punya namun pendidikan non formal pun harus seimbang. Af, ingin menbagi pengalaman pada saat mengajar di pinggir kali Code. Mungkin pada tau tentang kali code, kali code adalah kali yang berada di wilayah kota Yogyakarta. Af, disana di ajak sebagai tim relawan pengajar Pinggir Sungai oleh teman-teman Af. Beginilah ceritanya.

Masuk, ajaran kampus-kampus menyiapakan diri menyambut penerus bangsa, para kaum pembangkit yang akan di asah dalam kampus putih. Aku di situ adalah salah satu maba yang siap untuk menjadi pembangkit macan yang sedang tidur. Kawan-kawn yang ada tak terbendung adanya, dari Bengkulu, Kudus, Surabaya, Lampung, Palembang dan bnayak lagi anak Nusantara di sana. 
Perkenalan awal dengan para angkatan atas. Awal kita di gempur agar menjadi orang yang kritis dan selalu peka, kata mereka. Selanjutnya sampailah perkenalan dengan mereka para sesepuh pengikat tali kasih (kata orang sih...). Para kakak yang mengajak adik-adik mereka menjadi orang yang penyaynag dan peduli akan sesama. Memjadi orang yang peka akan keadaan buakan orang yang bilang peka namun hanya berkoar-koar dalam keramaian tapi tak bisa mengembalikan keadaan. Kita di rangkul dengna penuh peduli dan semangat mereka untuk buat semua menjadi indah. 
Waktu sangat berperan saat itu. Aku dan salah satu temanku di ajak oleh mereka masuk keadalam kondisi yang belum pernah kami fikirkan, Apalagi aku. Aku yang dulunya anak manja yang selalu di ada dan jarang mengurusi sekitar di paksa terjun memenuhi peran sebagai seorang pembangkit masyarkat yang sesungguhnya. 
Pendekatan pertama dengan adik-adik disana. Cara pengajaran hampir seperti bimbel atau les pada umumnya, akan tetapi cara mengajak untuk belajar dan mengetahui sekitar yang menjadi plusnya.pendekatan dengan adik-adik tidak lah mudah, kita harus ekstra sabar dan mempunyai banyak akal untuk mengajak mereka ( bukan ngles ya atau bohong ini demi kehidupan bersama hehehehe...). Mungkin pernah dengnar watak kota dan desa berbeda, itu pun yang terjadi di sini. Adik-adik ini bukan tinggal di desa, namun di kota malah tengah kota akan tetapi lingkungan mereka sangatlah berbeda dengan kita para mahasiswa. (tapi, mungkin kecil kita sama... Pisss... ) Lingkungan mereka bisa dibilang cukup keras, mereka jarang mendengarkan lagu anak-anak malah lagu orang dewasa yang seharusnya belum saatnya mereka dengar, atau ucapan-ucapan yang sepatasnya tidak mereka ucapkan, itu adalah salah satu kendala yang harus kita bisa perbaiki.
Oke, pendek cerita sudah banyak adik-adik yang dekat dengan ku dan kawan-kawan yang ku bawa dari kampus, mereka yang menpunyai hati untuk serius merubah dan mencari pengalaman dalam hidup mereka sendiri. 
11 bulan telah terlewati begitu cepat. Telah banyak kita lalui bersama dengan adik-adik. Banyak cerita yang terus ditulis dalam pena kehidupan ku, pelajaran menajdi seorang orang tua yang baik dan menjadi sahabat yang baik itu sangat susah. Akan, tapi semangat masa muda ini terus bergejolak dan ingin tahu apalagi banyak penyemangat yang selalu mendudukung hingga akhir.
Mungkin pada ingin tahu even apa saja yang kami lakukan selama sebelas bulan atau satu tahun ajaran. Ini beberapa foto yang aku punyak. Dari, MINGGU CERIA, KAMIS CERIA, PERIGNATAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL, PEMBELAJARAN DAN LAIN-LAIN.














   
Foto-foto itu adalah sebagian kecil dari kenangan selam satu tahun dengan kalian. Aku berharap esok di kita akan bertemu dngna lebih banyak lagi pengajar dan lebih banyak lagi adik-adik. Ini adalah tulisan rasa kangen akan sebuah keluarga yang berbeda, ras kangen akan sebuah proses yang indah. Terimaksih atas setahun di sini adik ku sayang dan kakak yang ku banggakan. Akan ada tulisan-tulisan ku selanjutnya di tunggu saja tentang Code atau kehidupan Sekolah Pinggir Kali Code kawan. 
See You Next Year my life teacher’s. I’m miss you so much my heaven…
AFD


Nah, itu adalah tulisan Af tentang sekolah pinggir sungai yang mengajarkan af tentang kasih sayang. Tunggu tulisan af berikutnya…. 

Sunday 17 May 2015

Paradigma Integrasi dan Interkoneksi Dalam Perspektif Filsafat Islam

Ketika penulis mendapatkan tugas sebagai Direktur Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga pada tahun 2002, konsep integrasi dan interkoneksi menjadi wacana yang aktual bagi kalangan akademisi di IAIN Sunan Kalijaga. Sebagai direktur ketika itu, maka penulis meresponnya dengan mengubah/menambah kurikulum yang ada, dengan menambah tiga mata kuliah yang dipandang sangat penting waktu itu, yaitu 1) metodologi penelitian filsafat, agama dan sosial, 2) agama, filsafat dan sains, dan 3) isu-isu global. Mata kuliah tersebut diajarkan dengan pendekatan intregratif dan interkonektif.

Ketiga mata kuliah ini menjadi bagian utama untuk melakukan integrasi dan interkoneksi yang dimulai dengan menata metodologinya terlebih dahulu, dengan menyatukan mata kuliah metodologi penelitian filsafat, agama dan sosial, yang diajarkan oleh masing-masing ahli di bidangnya, dengan harapan integrasi dan interkoneksi itu bisa dikembangkan dengan landasan metodologi yang mantap. Pada hakikatnya konsep integrasi dan interkoneksi harus dimulai dari integrasi dan interkoneksi metodologinya. Tanpa dasar metodologi yang kuat, maka integrasi dan interkoneksi hanya akan menjadi hal mengawang-awang, tidak jelas dan tidak pernah bisa membumi.
Kemudian mata kuliah agama, budaya dan sains diajarkan dengan tujuan untuk melihat sesuatu masalah dari pendekatan lintas agama, budaya dan sains, sehingga integrasi dan interkoneksi dengan sendirinya akan terbentuk dan terbawa dalam melihat setiap masalah kehidupan dan kemanusiaan. Matakuliah ini sangat penting, karena mata kuliah ini diharapkan dapat mengembangkan paradigma integrasi dan interkoneksi melalui pembentukan tradisi akademik yang berdimensi lintas agama, lintas budaya dan lintas sains, dan ini menjadi tuntutan menjawab problematika kontemporer yang tidak bisa didekati hanya dengan pendekatan tunggal keilmuan. Masalah kemiskinan, kesejahteraan dan perdamian tidak bisa dipecahkan dengan pendekatan tunggal, baik ekonomi semata-mata, demikian juga pendekatan tunggal sosial, politik, budaya mau pun agama.
Selanjutnya mata kuliah isu-isu global ditambahkan sebagai aktualisasi paradigma integrasi dan interkoneksi secara praksis untuk memahami, mendalami dan menganalisis problematika global sebagai fenomena aktual masa kini yang sudah merupakan fenomena global, yang mau tidak mau, pendekatan integrasi dan interkoneksi itu mutlak dipergunakan. Tanpa integrasi dan interkoneksi keilmuan, kita tidak mungkin dapat memahami dan memecahkan masalah-masalah global. Penulis sendiri waktu itu mengajar aspek budaya dalam sains dan agama, bersama dengan Prof Amin Abdulah aspek agama dan Prof Choiril Anwar dari Universitas Gadjah Mada aspek sains, dan penulis pada aspek kebudayaan.
FILSAFAT ISLAM SEBAGAI METODA
Menurut pandangan penulis, filsafat Islam mempunyai potensi aktual untuk mengintegrasikan dan menginterkoneksikan studi-studi keislaman secara praksis. Tanpa dasar filsafat Islam, rasanya sulit untuk dapat mengintegrasikan dan menginterkoneksikan ilmu-ilmu keislaman. Dalam tahap ini, filsafat Islam harus diletakkan sebagai metodologi berpikir, bukan diletakkan pada kajian tokoh-tokohnya dan pemikirannya saja, atau hanya fokus pada tema-tema filsafat saja serta periodisasinya.
Pada hakikatnya setiap studi keislaman, selalu mempunyai dasar filsafatnya sendiri-sendiri. Dalam sejarah perkembangan ilmu, filsafat adalah induk dari setiap ilmu pengetahuan. Karena itu setiap cabang ilmu sesungguhnya mempunyai landasan filsafatnya sendiri sendiri. Ilmu hukum dengan filsafat hukumnya, demikian juga filsafat eknonomi untuk ilmu ekonomi, fisafat politik untuk ilmu politik, juga arsitektur dengan filsafat arsitekturnya dan seterusnya.
Filsafat Islam sebagai metoda, akan mengintegrasikan dan menginterkoneksikan studi-studi keislaman dalam suatu world view yang multidimensional. Dalam buku “Filsafat Islam Sunah Nabi Dalam Berpikir” penulis menyusun cara berpikir Islam yang dikonstruk dari tradisi berpikir Nabi sendiri dalam menjawab berbagai kasus. Dalam sejarah kenabian, terlihat bahwa para nabi dalam menjawab suatu masalah,tidak selamanya bergantung pada wahyu. Demikina juga yang dialami nabi Muhammad Saw., terutama dalam tradisi berpikir beliau sebelum usia empat puluh tahun, atau sebelum beliau menerima wahyu, sedangkan setelah usia empat puluh tahun itu berada dalam konstruksi dialektik antara aqal dan wahyu. Alquran 62:2 dijelaskan yang artinya sebagai berikut : “Dia (Allah) yang mengutus di antara orang-orang ummi, seorang Rasul dari kalangan mereka, yang menjelaskan kepada mereka ayat-ayatNya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya adalah dalam kesesatan yang nyata”.
Dalam pandangan penulis seorang Rasul itu mengajarkan Kitab yaitu turunnya wahyu yang diterima dari Tuhannya yang terjadi secara bertahap sesuai dengan tahapan kehidupan. Sedangkan hikmah, bisa diartikan sebagai penjelasan dan penjabaran yang bisa dimengerti umatnya tentang hakikat kebenaran wahyu yang diterimanya. Dalam kenabian Muhammad Saw., ada yang menyebut hikmah sebagai al hadits. Hikmah juga bisa diartikan sebagai pengetahuan yang mendalam, suatu kearifan yang terdapat di balik realitas, kejadian dan peristiwa. Dalam ungkapan sehari-hari, ketika seseorang dalam kehidupannya menghadapi suatu kejadian, peristiwa, musibah atau ujian, seringkali dikatakan untuk bisa mengambil hikmahnya.
Karena itu, hikmah bisa diartikan sebagai pengetahuan yang mendalam, suatu kearifan yang diperoleh dari balik pemahaman terhadap realitas, suatu wisdom yang lahir dari pemikiran seseorang yang mendalam dalam perjalanan hidupnya. Dengan kata lain, maka hikmah sesungguhnya dapat diartikan sebagai pengetahuan filsafat, yaitu pencapaian atas kebenaran melalui pemikiran radikal terhadap realitas. Dalam konteks kerasulan yang tugasnya mengajarkan kitab dan hikmah, maka pengajaran tentang hikmah ini bisa dipahami sebagai filsafat, karena seorang rasul dalam sejarahnya juga pengajar tentang hakikat kehidupan dan makna hidup bagi manusia, yang sebenarnya menjadi inti dari flsafat.
Alquran 2:269 dijelaskan yang artinya “ Allah anugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya dan barang siapa yang medapatkannya, ia benar-benar telah dianugerahi suatu kebaikan yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah (ulul albab) yang dapat mengerti”. Dalam konteks ini, maka seorang nabi adalah juga seorang yang mendapat pengetahuan hikmah, yang menjadi inti dari filsafat. Seorang nabi juga bisa disebut seorang filosuf sebagai pengajar himah atau filsafat yaitu pengajar hakikat kebenaran segala sesuatu dalam hidup dan menjalaninya.
Untuk mampu mengajarkan kitab yang dikembangkan dalamsuatu hikmah, maka seorang nabi pastinya mempunyai suatu model berpikir tertentu yang memungkinkannya menembus realitas dan menemukan hakikat kebenaran di balik realitas atau kejadian. Model berpikir tersebut dipakai untuk memahami dan mendalami kebenaran melalui integrasi “aql” dan “qalb”.
Dalam Alquran 22: 46 menjelaskan yang artinya “maka tidak pernahkah mereka berjalan di muka bumi, sehingga hati mereka dapat memahami, telinga dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada”.
Selanjutnya dalam Alquran 33 : 21 dijelaskan yang artinya “sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan pada hari kemudian, serta mereka banyak mengingat Allah. Keteladanan nabi yang utama bagi penulis bukanlah pada perbuatannya, seperti cara makan dan memelihara jenggot saja, tetapi keteladanan beliau pada pemikirannya, karena perbuatan adalah tindak lanjut dari pemikiran, pemikiran adalah ibu kandung perbuatan. Bahkan dalam prinsip etika, perbuatan yang tidak disertai pemikiran adalah pemikiran yang tidak disadari, maka perbuatan itu tidak termasuk ranah etika, seperti perbuatan orang yang kehilangan akal sehatnya atau perbuatan orang gila.
Paradigma integratif dan interkonektif sesungguhnya dapat dimungkinkan dengan integrasinya “aql” dan “qalb” sebagai suatu metoda berpikir untuk memahami realitas. Pendekatan integratif adalah pendekatan ulul’albab yang secara jelas digambarkan Alquran 3: 190-191 yang artinya sebagai berikut : “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang adalah tanda-tanda bagi ulul albab, yaitu mereka yang mengingat (zikir/qalb) tentang Allah dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring dan memikirkan (aql, rasio) tentang penciptaan langit dan bumi ; ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia ; Mahasuci Engkau, maka hindarkanlah kami dari siksaan neraka.
Penjelasan Alquran di atas bisa dimengerti akan adanya proses rasional transcendental di mana 1) mengingat (zikir pada kekuasaan Allah) mendahului 2) berpikir untuk memahami dan mendalami semua ciptaanNya di langit dan di bumi,3) dan mencapai proses transendensi dengan 4) kesadaran tidak akan menyia-nyiakan semua ciptaanNya dan aktualitas perbuatan yang terhindar dari siksaan neraka. Ini menjadi metoda berpikir integratif dan interkonektif yang berada dalam jalan hidup seseorang untuk selalu mensyukuri dan menghindari siksaan neraka.
Karena itu, bagi penulis makna surat al fatihah yang dibaca setiap kali oleh seorang muslim ketika menjalankan solat, terutama saat membaca Alquran 1: 6-7 yang dijelaskan artinya : “tunjukkan kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan mereka yang dimurkai dan bukan pula mereka yang tersesat. Maka jalan lurus itu dapat dimengerti sebagai metoda berpikir yang secara konsisten dan lurus, kemudian diaktualisasikan dalam perbuatan yang memberikan manfaat bagi kehidupan bersama, akan menjadi nikmat, bukan laknat apalagi tersesat.
Filsafat Islam sebagai metoda berpikir menjadi dasar bagi peradigma integrative interkonektif, yang secara sistemik menyatukan antara aql, qalb, wahyu dan realitas menjadi suatu metodologi berpikir yang bersifat rasional transcendental, dan selalu berdimensi majemuk. Karena itu, filsafat Islam sebagai metode berpikir seperti yang dijelaskan di atas, akan menjadi dasar dalam merumuskan filsafat dalam studi-studi keislaman. Dalam kaitan ini, maka seharusnya dalam setiap fakultas diajarkan filsafat Islam sesuai dengan bidang kajiannya masing masing, seperti filsafat hukum Islam di fakultas syari’ah, filsafat pendidikan Islam di fakultas tarbiyah, filsafat dakwah Islam di fakultas dakwah, filsafat eknonomi Islam di fakultas ekonomi dan bisnis dan seterusnya.
INTEGRASI DAN INTERKONEKSI SEBAGAI METODOLOGI DALAM STUDI KEISLAMAN
Dalam sebuah forum dialog di TVRI Yogyakarta, penulis selaku rektor UIN Sunan Kalijaga ditanya oleh seorang pemirsa, bahwa berubahnya IAIN menjadi UIN adalah suatu pendangkalan ilmu agama. Pertanyaan mereka itu didasarkan pada fenomena bahwa penguasaan ilmu agama pada alumni UIN lebih rendah daripada alumni IAIN dulu. Pertanyaan itu juga pernah menjadi perdebatan yang panjang di kalangan akademisi IAIN ketika kita akan berubah menjadi UIN.
Di samping itu, pandangan bahwa ilmu keislaman adalah ilmu agama masih tetap kuat di kalangan masyarakat Islam sendiri, sehingga ilmu keislaman bagi mereka adalah ilmu-ilmu agama seperti yang ada di IAIN dulu, yaitu ushuluddin, dakwah, syariah, adab dan terbiyah. Sedangkan ilmu-ilmu di luar studi agama adalah bukan ilmu keislaman. Dengan kata lain, mereka sebenarnya masih berpandangan bahwa Islam adalah agama, bukan kebudayaan, sehinga sains dan teknologi sebagai bagian dari kebudayaan, tidaklah termasuk kajian keislaman.
Karena itu, paradigm integratif dan interkonektif menjadi sangat penting dan fundamental dalam merumuskan kajian-kajian keislaman, di mana posisi Islam sebagai nilai-nilai yang mendasar dan mengikat setiap kajian keislaman yang ada dalam berbagai aspek kebudayaan, baik kebudayaan sebagai sistem nilai, produk maupun eksistensi manusia dalam perjalanan hidupnya yang kompleks.
Dalam pandangan penulis, yang paling sulit dilakukan dalam usaha melakukan integrasi dan interkoneksi studi-studi keislaman adalah bagaimana merumuskan metodologinya. Upaya integrasi dan interkoneksi yang banyak dilakukan sekarang ini adalah mengintegrasikan dan menginterkoneksikan materi kajian dari studi studi keislaman dalam kajian ilmu-ilmu umum atau sebaliknya, seperti mengintegrasikan materi kajian kajian Islam, terutama Alquran dan Alhadits diintegrasikan dan diinterkoneksikan dengan bidang kajian-kajian ilmu-ilmu umum.
Konsep pohon ilmu ilmu keislaman (Prof Imam Suprayogo) serta konsep jaring labah-labah ilmu ilmu keislaman ( Prof Amin Abdullah) menurut pandangan penulis yang sempit ini, rasanya belum sampai merumuskan pada metodologinya. Integrasi dan interkoneksi model ini, seringkali diimplementasikan dengan melakukan integrasi infrastruktur fisik dan non fisik, termasuk material dan bahan ajar dalam pengembangan keilmuan dalam suatu konsep universitas.
Dalam pandangan Islam, sebenarnya tidak mengenal dualisme pendidikan dan dikhotomi keilmuan. Pendidikan harus dilakukan secara integratif, sehingga keragaman ilmu bisa saling menyapa dan menyatu dalam memecahkan persoalan kemanusiaan yang makin kompleks. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa masalah masalah kemanusiaan, seperti kesejahteraan, kemiskinan, kebahagiaan, keamanan dan perdamaian, tidaklah bisa dipecahkan dengan pendekatan tunggal keilmuan semata mata. Karena itu, pendekatan integratif dan interkonektif adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan yang semakin global ini.
Jika kita akan menempatkan integrasi dan interkoneksi sebagai suatu metodologi, maka dalam setiap jenjang pendidikan di UIN Suka baik S1, S2 maupun S3nya, bagaimana jabaran dalam kurikulumnya. Demikian juga halnya dalam berbagai fakultas yang ada, bagaimana integrasi dan interkoneksi sebagai metodologi dapat diimplementasi-kan dalam berbagai fakultas, sehingga sehingga masing-masing keilmuan yang dikembangkan oleh setiap fakultas berada dalam ikatan metodologi yang sama, yaitu integrasi dan interkoneksi.
Semoga bermanfaat wallahu a’lamu bishshowab.
(Disampaikan dalam rangka Seminar “Praksis Paradigma Integrasi Interkoneksi Ilmu dan Transformasi Islamic Studies”, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Convention Hall, 22-23 Oktober 2014)

sumber: http://uin-suka.ac.id/page/kolom/detail/30/paradigma-integrasi-dan-interkoneksi-dalam-perspektif-filsafat-islam