Monday 24 April 2017

TENTANG SEMUA




Mengingat bahwa sannya dunia ini telah terpuruk dengan berbagai macam rupa. Bahwa dunia ini berracuni berbagai rasa iri. Iri yang membuat satu persaudaraan putus karena masalah orang lain. Membuat mereka bertempur habis-habissan karena masalah media yang membuat satu yang awalnya mencintai lalu membenci. Ya begitulah manusia





Aku terduduk diam dan menikmati makan pagi ku di sebuah warung sebelah angringan lalu, datang seorang wanita menghampiriku, ia berkata dengan suara terseduh seduh “Mbk, minta sedekahnya mbk! Saya belum makan seharian an. Kasiah ni saya mbk.” Aku mentatap dengan iba. Di hatiku berkata, apakah begini dunia? orang harus meminta minta baru di kasihhanni. Dunia memang kejam.

Setelah berlalu beberapa waktu aku bertemu dengan seorang anak kecil sedang bernyanyi, entah lagu apa yang ia nyanyikan. Lagu gembira kah atau sendih kah, aku belum pernah mendengar lagu itu. Em mungkin ia ingin jadi penyanyi dewasanya pikir ku.

 “Mbk, tolong mbk di isi!” kata adik itu mehamburkan lamuanan ku dengan sebuah kotak berisi uang receh bekas belah kasiahan orang-orang dijalan itu.

Lalu, aku berjalan kembali terlihatlah seorang lelaki paru baya yang tak memiliki kaki. Kasiahan dia, ujarku dalam hati. Apa dia kehilangan kaki saat bekerja? Emm… apa mungkin ia kehilangan kaki saat berjalan terus terlindas truk? Apa dia kehilangan kaki saat..?? Emm aku tak tau lagi.

“Mbk, minta sedekahnya! Saya punyak anak yang belum dikasih makan mbk!” kata lelaki itu. Kasihan dia berjalan dengan kaki satu.

Ku, berjalan lagi menyusuri keramaian itu. Melihat seribu gaya anak-anak manusia zaman sekarang. Terbawa arus kekinian katanya, ke barat-baratan lah, ke arab-arabtan lah, ke korea-koreatan lah sampai ke mars-mars san. Etah lah aku tak tahu model gaya itu makanya aku bilang mars-mars san karena seperti melihat alien berjalan. Ya, begitulah, namanya juga manusia.

Disepanjang jalan itu, aku dapat melihat semua yang terjadi, tipe-tipe orang yang sangat baik hingga yang menjijikan. Warna yang membuat aku semakin ambigu dengan dunia ini. Dunia yang selalu orang puji dan di junjung, yang selalu orang berpendapat jika dunia ini milik mereka, jika apa yang ada dunia ini untuk mereka, jika orang miskin itu tak punya hak hidup di dunia mereka. Karena mereka hanya sebuah sampah yang kotor dan tak mungkin akan bersih. Ya, itu pikiran mereka aku tau itu pasti.

21 tahun aku melihat beragam wajah 2,4, 6 hingga seribu rupa seperti itu. Wajah yang merasa tak bersalah menghakimi yang tak bersalah dan ia merasa paling benar. Mereka orang-orang yang engan dibilang “pencuri, maling, pendosa dan sampah” bukan maksudku orang-orang yang diatas ya, tapi orang- orang yang tak melihat mereka.  Yang selalu meresa dirinya benar, dan orang-orang itu adalah SAMPAH bagi mereka.

 Aku kembali ke gang yang sama dimana aku ketemu mbk-mbk itu peminta-minta itu. Aku duduk di angringan dekat sana, dan berfikir, Emm ternyata berat ya hidup ini!

“Kenapa, Mbk?” bapak-bapak separuh baya mengagetkan ku. Bapak-bapak angringan.

 “Hidup itu berat ya, Pak, aku aja bingung dengan hidup ini!”

 “Lah, mbk aja bingung apa lagi saya mbak. Orang miskin yang hidup dari jualan angringan.” Kata bapak itu sambil melayani peseanan ku tempe bakar dan es teh manis tanpa gula.

 “Ya, gitu mbk, Kita sudah berusaha keras tapi, apa tetap tetap saja. Yang penting  kita iklhas ridho dunia akhirat itu aja mbk.!” Kata bapak-bapak itu dan aku hny terdiam.

“Mbk tau gak, mbk-mbk yang tadi pagi minta-minta ke embak?”

aku menganguk “Emang kenapa mbk?”

 “Dia, itu mantan istri nya kades, desa sebelah mbk, dia kaya gitu karena korupsi uang desa. Dan suaminya mati struk. Engak punya anak dan di usir sama keluarganya karena malu”

 Aku tercengah mendengarknya.

” Dan mbk tau anak-anak kecil yang nyanyi di perempatan lampu merah sana setiap sore?”

 Aku mengeleng “Emang siapa?”

 “Mereka itu anak-anak yang di buang orang tuanya terus diangkat anak sama pereman di sana!”

 aku mendenganrnya tercengah kembali smapai-smapai nasi ku ketahan ditengorokan tidak ingin masuk keperut karena mendengar itu. Aku minum es teh ku jadinya.

 “Mbk tau mas-mas bertato dan bertindik yang suka malak di gang sebelah sana?” Bapak angringan menunjukan gang yang letaknya lumayan jauh dari tempat angringan bapaknya. “Dia itu kepala premen. Dulunya polisi tapi di pecat karna nembak orang mbk, sampai orangnya harus di aputasi kakinya”

Aku langsung berfikir ke bapak-bapak yang ada di jalan tadi, apa jangan-jangan, ah, mana mungkin dia. Dan setelah mendengar itu aku mengingat sesuatu. Kepala preman itu sangat menyeramkan ya. Aku semangkin takut.

“Mbk, tak perlu di risaukan, dunia ini memang begitu mbk. Banyak orang baik, banyak pula orang jahat. Kita diminta memilih saja kok engak susah, masuk ke jalan yang baik atau yang buruk. Mau ke masjid atau ke diskrotik ya terserah kita.”

“Wah, bapak tau dikotik toh?” Kataku disela ketawaku karena bapak angringan bilang dikotik jadi diskrotik.

“Ya, tau lah mbk tempat ajeb-ajeb itu kan!” bapak nya mengelengkan kepalanya berulang-ulang kali.

 “Ha..Ha..hahaa..” kami  semua tertawa melihat tingkat bapak angringan.

Saat aku berjalan pulang aku berfikir dengan cermat, emm.. betul kata bapak-bapak angringan itu, Tuhan memberikan kita hidup namun, kita di minta Tuhan untuk berjalan. Tuhan telah menentukan jalan nya tapi apakah kita melewati jalan Tuhan. Entahlah, itulah hidup tak bisa ditebak. Tapi, yang ku tau Tuhan tak pernah menunjukan jalan bagi umatnya menuju jalan yang tersesat.

Yogyakarta, 24 April 2017

AR

1 comment:

  1. Bukan kasiah tapi kasihan, bukan kasiahan tapi kasihan, itu kekoraean dan satu lagi ga pake t mbak jadi kekorea-koreaan.

    Tyas penulis di http://hatidanpikiranjernih.blogspot.com

    ReplyDelete